Benarkah KDRT Dibolehkan Dalam Islam?

PWNUBALI.OR.ID |

Dunia media sosial menjadi sumber informasi masif dengan beraneka ragam kontennya, misal akhir-akhir ini kita disuguhi dengan informasi sensitif terkait dengan ceramah ataupun konten-konten yang mendukung isu KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Bacaan Lainnya

Misalnya isi ceramah yang beberapa waktu lalu viral, salah seorang ustadzah kondang mengatakan bahwa, “Seorang Istri yang sholihah adalah istri yang menyembunyikan kekerasan yang dilakukan suami kepada orang tuanya”. Bukankah statemen demikian merupakan dukungan terhadap bolehnya seorang suami melakukan KDRT kepada istrinya? Setelah di  dalami ternyata statement tersebut didasari oleh sebuah ayat terkait dengan bolehnya suami memukul istri yakni pada QS. An-Nisa Ayat 34.

Beberapa Penafsiran Terkait QS. Al-Nisa ayat 34

Al-Qur’an Surah an-Nisa ayat 34 menjelaskan aturan dalam menyelesaikan permasalahan bagi seorang istri yang melakukan nusyuz atau membangkan terhadap hak-hak suami sebagai berikut:

“…Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu), pukullah mereka. Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha tinggi lagi Maha besar”. (Al-Nisa: 34)

Jika terjemahan potongan ayat di atas, dipahami secara tekstual akan memberikan kesan bahwa seorang suami boleh memukul seorang istri yang melakukan nusyuz. Namun, dalam memahami intisari ayat al-Qur’an, tentunya tidak cukup hanya membaca terjemahannya saja perlu menghadirkan pandangan para mufassir secara mendalam agar mendapat pemaknaan yang komprehensif.

Terkait dengan penjelasan ayat tersebut, bahwa dalam menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangga, suami harus melalui beberapa tahapan, tidak serta merta menyelesaikan dengan cara memukul (kekerasan).

Tahapan yang pertama, jika seorang istri melakukan nusyuz, maka suami wajib menasihati, menurut As-Sa’di nasihat yang dimaksud adalah memberikan penjelasan pentingnya seorang istri taat kepada suami, dan juga menjelaskan dosa/konsekuensi yang diterima oleh seorang istri yang membangkang.

Tahapan yang kedua apabila seorang istri tidak mendengarkan perkataan atau nasihat suami, maka cara yang dilakukan oleh suami adalah dengan meninggalkannya dari tempat tidur (pisah ranjang). Dan tahapan yang terakhir adalah dengan pukulan.

Yang perlu ditekankan pada ayat tersebut adalah makna pemukulan (Wadhribuhunna). Menurut Imam Ibnu Katsir, terdapat ketentuan ketika suami ingin memukul istri yakni pukulan yang dilakukan adalah pukulan yang tidak menyakitkan. Sebagaimana pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Katsir dengan mengutip sabda Nabi SAW yang memerintahkan untuk memukul seorang istri tapi tidak sampai tahap melukai.

Senada dengan itu Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip sebuah hadis, suatu Ketika Atha’ bertanya kepada Ibn Abbas perihal pukulan yang tidak melukai, “Apa yang dimaksud memukul yang tidak melukai?, Ibnu Abbas menjawab, “Memukul dengan Siwak dan yang menyerupainya”.

Dalam tafsir Al-Baghawi, terdapat batasan pemukulan yang boleh dilakukan suami, yakni seorang suami memukul istri dengan batasan tidak boleh memukul bagian wajah. Hal ini didasari oleh sebuah hadis, “Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr (mendiamkan istri) selain di rumah” (HR. Abu Daud).

Dari pandangan-pandangan beberapa mufassir tersebut, tentu sangat berbanding terbalik dengan kasus yang marak terjadi dewasa ini. Mirisnya KDRT dijadikan solusi yang efektif dalam menyelesaikan masalah rumah tangga, alhasil perceraian, pembunuhan dan hal keji lainnya marak terjadi dimana-mana.

Oleh karena itu, sebisa mungkin seorang suami, bijak dalam menyikapi masalah, meskipun memukul istri diperbolehkan, tetapi para ulama sepakat meninggalkan cara ini adalah yang paling utama.

Tirulah Nabi Muhammad Saw. beliau tidak pernah sama sekali memukul istri. Hal ini sebagaimana  sebuah riwayat dari Siti Aisyah, “Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah Saw. memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperangdi jalan Allah”. (HR. Ahmad)

Andy Rosyidin – Penyuluh Agama Islam kota Denpasar 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.