Memperingati 17 Agustus, IPNU, IPPNU dan PMII Gelar Ziarah Kemerdekaan

Tepat pukul 21.00 wita IPNU, IPPNU dan PMII Bali berkumpul di STAI Denpasar untuk persiapan keberangkatan ke bedugul guna untuk melakukan Ziarah makam di puncak Bedugul.

Setelah tiba di lokasi kami harus mendaftar terlebih dahulu ke juru kunci makam dengan menulis nama rombongan dan memberikan photocopy ktp.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju ke makam Habib Syekh Umar Yusuf al-Magribhi. Perjalanan untuk mencapai ke sana bisa dikatakan cukuplah sulit dikarenakan kita harus melewati hutan dan tanjakan bukit yang berbahaya selama 3 jam di waktu malam dengan jarak pandang yang terbatas karena kabut sangat tebal

Sesampai di puncak kita langsung menyalakan api untuk membuat minuman dan makanan yang bisa menghangatkan tubuh. beberapa saat kemudian kamipun beristirahat untuk menghilangkan rasa lelah.

Subuh kita semua bangun untuk menunaikan shalat shubuh yang dilanjutakn dengan membaca tahlil bersama di makam Habib Syekh Umar, dengan tujuan memberikan doa kepada sang kekasih Allah sang aulia’.

Setelah melakukan Ziarah dan tahlil, kiami lanjut sarapan pagi, menu mie instan sekedarnya. Saat mentari pagi menampakkan pancaran sinarnya, tibalah kami melakukn upacara bendera guna memperingati Dirgahayu RI ke 72 dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan mars Hubbul Wathan.

Dengan serentak dan bersemangat kami menyanyikannya dan mengibarkan bendera Sangsaka Merah Putih dan bendera Nahdlatul Ulama, Kemudian kami berbincang-bincang mengenai sejarah Syekh Umar Yusuf al-Maghribi bersama bapak juru kunci. Banyak hal yang kami dapat dari cerita juru kunci makam Syaikh Umar.

Salah satu ceritanya adalah tentang Karomah Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghribi. Pada suatu hari, beberapa orang penduduk kampung Bedugul bersama-sama dengan KH. Abdul Karim asal Malang Jawa Timur yang saat itu mengadakan kerja bakti membangun cungkup makam Habib Umar.

Ditengah-tengah kerja bakti, datanglah beberapa petugas dari Dinas Kehutanan yang melarang mereka meneruskan pembangunan cungkup tersebut atas perintah atasannya (Kepala Dinas Kehutanan). Mereka terpaksa menghentikan pekerjaannya dan pulang ke rumahnya masing-masing.

Selang beberapa hari, Kepala Dinas Perhutani tiba-tiba jatuh sakit tanpa penyebab yang jelas (orang Jawa bilang sakitnya karena “kuwalat”). Berbagai upaya pengobatan dilakukan, tetapi hasilnya nihil, bahkan semakin parah.
Sampai pada suatu malam ia bermimpi diperintah oleh seseorang agar meminta maaf kepada beberapa penduduk Bedugul yang dilarangnya membangun cungkup makam tersebut, terutama kepada KH. Abdul Karim.

Singkat cerita, ia meminta maaf kepada penduduk Bedugul, sekalipun dalam kondisi sakit dan secara khusus ia menemui KH. Abdul Karim untuk minta maaf sekaligus minta obatnya. Permohonannya kepada sang Kyai dipenuhi, dan ia menyatakan persetujuannya untuk melanjutkan pembangunan cungkup, bahkan akan membantu segala keperluan yang dibutuhkan. Dengan takdir dan pertolongan Allah, sakit yang diderita Kepala Dinas tersebut menjadi sembuh.

Menurut shohibul hikayah H. Farid (Juru Kunci Makam), kejadian nyata ini merupakan salah satu bentuk karomah Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghribi yang muncul setelah wafatnya.

(Enha)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.