Jakarta, 23 maret 2017. PWNU BALI
Pemahaman agama yang kaku dan keras seringkali menimbulkan sikap beragama yang radikal. Paham radikalisme dan terorisme adalah beberapa contoh dari pemahaman tentang jihad yang seringkali dimaknai keliru. Padahal jihad tidaklah selalu bermakna perang dan perang tidak selalu bermakna jihad. Ia mengatakan dalam sambutannya,
“Sesungguhnya radikalisme dan terorisme berpangkal dari pemahaman yang keliru, distortif tentang ajaran agama, khususnya dalam memberikan makna jihad. Jihad semestinya tidak hanya berarti perang”.
Kiai Ma’ruf Amin menjelaskan bahwa jihad tidak hanya bermakna perang, namun jihad juga bermakna islahan (perbaikan). Dalam situasi perang jihad bisa dimaknai perang, namun dalam situasi damai jihad bermakna islahan (perbaikan) dalam segala aspek, baik ekonomi, sosial, budaya bahkan politik. Ia mengatakan bahwa kekeliruan memaknai jihad tersebut kemudian diterapkan di seluruh dunia sebagai global war, yang berarti tidak ada daerah damai di dunia ini. Padahal ulama Indonesia sepakat, bahwa Indonesia adalah salah satu contoh daerah damai di muka bumi.
“Indonesia bukanlah negara perang, Indonesia adalah wilayah damai (darrus salam), wilayah perjanjian (darus shulh atau darul ‘ahd). Karena hubungan antara Muslim dan non Muslim di Indonesia sejak dibangunnya negara, dibangun berdasarkan kesepakatan-kesepakatan, perjanjian-perjanjian yang dilakukan semua pihak, termasuk antara Muslim dan non Muslim”, terang Kiai Ma’ruf yang merupakan Rais Aam PBNU, Rabu (22/03).
Ia menambahkan, karena Indonesia adalah negara damai yang dibangun berdasarkan perjanjian dan kesepakatan bersama, maka setiap orang harus berkomitmen menjaga perjanjian tersebut, terutama kaum muslim, sebab dalam ajaran Islam, bagi non Muslim yang telah ada perjanjian dengan kaum Muslim maka dilarang untuk membunuh mereka. (Deni Gunawan)