Denpasar, 11 April 2018
Penyampaian materi MKNU tentang Relasi dan respon NU terhadap negara yang dibawakan oleh Khatib Aam PBNU Dr. HM. Mujib Qulyubi, MH, dalam acara MKNU PWNU Provinsi Bali (9/5) benar-benar menumbuh kembangkan semangat cinta tanah air. Betapa tidak? KH. Mujib memaparkan dengan jelas dan tegas betapa pentingnya kehadiran NU untuk berdiri tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Betapa pentingnya NU dalam mencegah pemahaman-pemahaman yang akan memporak porandakan Indonesia.
Diawali dari penjelasan tentang pentingnya kita Ber-NU, KH. Mujib memaparkan baberapa hal tentang kehadiran NU. Diantaranya bahwa di NU merupakan perintah Allah untuk berjamaan dan Zumaro, NU merupakan ulama warosayul anbiya atau amanat pewaris Nabi, NU bertugas menjaga ideologi, di NU banyak amalan kebaikan, NU mampu meramu kepentingan agama tanpa merusak negara yang di sebut Islam Nusantara dan NU memiliki Kejelasan silsilah keilmuan.
“(NU melalui KH. Hasyim Asy’ari) Sanadnya jelas. Sampai ke Imam Syafii, ke Rasulullah, ke Malaikat dan ke Allah swt. Mata rantai ini bagian dari agama, kalau tidak ada sanad orang berbicara apa saja sesuai hatinya.” paparnya.
Contohnya saja sekarang banyak yang berani tampil di televisi hanya bermodal hafalan satu dua tiga ayat. Mengadakan live tanya jawab dengan penafsiran masing-masing. Itu sangat bahaya. Sementara di NU sendiri untuk menetapkan suatu hukum fiqih menggunakan batsul masail. Tentu semuanya perlu proses.
“Allah bisa saja memberikan ilmu langsung kepada Raasulullah. Namun tidak demikian, Allah mengutus malaikat jibril untuk mengajarkan pada Rasulullah. Rasulullah belajar ke Malaikat Jibril. Itu menandakan bahwa semua perlu proses, tidak instan.” tuturnya.
Belajar agama harus dengan Musyafaah yaitu dari mulut ke mulut. Talaqqi yaitu berhadapan dengan guru, bertatap muka dari wajah ke wajah dengan guru yang tsiqah, dhabit dan mempunyai sanad keilmuan yang muttashil sampai ke Rasulullah Shallaahu ‘Alaihi Wa Sallam melalui para ‘Ulama ‘Aalimin ‘Aarifin. Di NU semua yang mengurus NU maka dianggap santrinya KH. Hasyim Asy’ari maka sanad keilmuanya sampai pada Rasulullah SAW.
Lebih lanjut Dr. Mujib menjelaskan tentang parameter aswaja. Yang selama ini masyarakat hanya menilai NU hanya dari amaliyahnya, itu hanya sebagian kecil. Setidaknya ada tiga parameter sebagai tolak ukur seseorang dinilai sebagai NU atau tidak.
“Untuk mengukur NU atau tidak bukan dilihat dari amaliahnya. Itu bukan satu-satunya ukuran 100% atau tidak. Ada 3 parameter sebagai tolak ukur yaitu amaliah, fikroh, harokah.” terangnya
Amaliah NU misalnya adalah Yasin, Tahlil, Qunut Subuh, Tarawih 23 Rokaat, Istighosah, Jum’atan menggunakan tongkat dan lain sebagainya. Harakah adalah gerakan dalam bidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Bagaimana dari ketiga bidang tersebut agar maju dan bermanfaat bagi masyarakat. Sementara Fikroh adalah pikiran yang berakibat dari ideologi yang benar. Misal kalau sudah NU ya selesai, tidak ada lagi bahasan khilafah islamiah.
“FPI amaliah NU, harokahnya tidak (dakwah nu dari hati ke hati), fikroh juga tidak mereka masih mengusung khilafah islamiah. Ada juga misal orang yang suka membantu NU, menyumbang dana untuk NU tapi tidak pernah menjalankan amaliah NU itu juga belum disebut Nahdliyah Kamilah” tambahnya
Di dalam NU terdapat prinsip dan Khasis yang membedakan NU dengan lainya. diantaranya adalah sebagai berikut:
NU memiliki prinsip jamiyyah yang patuh dan nurut, diambil dari kata sami’na wa atho’na. Orang yang sudah di baiat tapi tidak nurut patuh ke NU, kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban.
Kemudian Prinsip Harokah NU adalah Tansyiid wa tansyiiq atau mobilisasi dan koordinasi. Artinya sebagai pengurus NU tidak bisa hanya diam tanpa berbuat seuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Seperti halnya yang pernah di sampaikan oleh Rais Syuriah pengurus besar Nahdlatul Ulama, Dr. KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh yang mengatakan bahwa “Menjadi baik itu mudah, dengan diam saja akan terlihat baik, tetapi yang sulit adalah menjadi bermanfaat karena itu butuh perjuangan”
“Bahwa menjadi orang yang sholeh itu lebih mudah daripada muslih.Karena sholeh itu untuk dirinya sendiri sementara muslih untuk orang banyak. Maka jadilah orang muslih atau penggerak tidak hanya sebagai sholih atau diam.” imbuhnya.
Selanjutnya ada prinsip amaliah NU yaitu At takhfid wa taqwiih atau protektif menjaga tradisi dan penguatan. Jika ada yang bertanya dalil tentang amaliah NU kita sebagai pengurus hendaknya memahami dan memberikan penjelasan kepada masyarakat secara gamblang. Jika selama ini hanya berdalih “dulu kyai saya seperti itu” sekarang saatnya memahami lebih dalam tentang dalil-dalil amaliah NU.
Selain prinsip ada pula “Khasis” yang di dibagi menjadi tiga diantaranya adalah; Khasis fikrah NU yaitu
berkembang, moderat, manhaj. Khasis harokah adalah lembut, sukarela, toleran serta welas asih. Dan terakhir Khasis amaliah adalah kesinambungan bermandzhab dan menjaga tradisi.
Sebagai penutupan Dr. HM. Mujib Qulyubi, MH, memaparkan secara umum tugas dari pengurus NU. “adalah menjaga umat dari Menjaga umat dari Liberalisasi yaitu pemahaman yang di dasarkan pada otak atau akalnya masing-masing, Hedonisme yaitu sifat yang enak-enak, egoisme, anarkisme, terorisme dan inferiorisme yaitu tidak PD dengan NU.” pungkasnya. (red. MM)