Tarwiyah, Arafah, Nahr dan Budaya Share di Sosmed

Tujuh tahun sudah Nabi Ibrahim hidup bersama putranya, Nabi Ismail, didampingi istrinya, Siti Hajar. Di saat putranya sedang tumbuh dewasa, tiba-tiba, di suatu malam yang tenang dan sahdu, Nabi Ibramin diingatkan akan ucapannya yang pernah dikatakan puluhan tahun sebelumnya, “Wahai Ibrahim, laksanakanlah nadzarmu, kurbankanlah anakmu”. Nabi Ibrahim tercengang dan merenung “ Betulkah ini perintah dari Allah ataukah semata bisikan setan”. Hari itulah yang kemudian disebut dengan “Yaum at-Tarwiyah”.

Malam berikutnya Ibrahim kembali diingatkan dalam mimpinya “Wahai Ibrahim, laksanakanlah nadzarmu, kurbankanlah anakmu”. Menjelang pagi hari, Nabi Ibrahim yakin bahwa itu adalah benar-benar perintah Allah. Hari itulah yang kemudian disebut “Yaum Arafah”.

Bacaan Lainnya

Pada malam berikutnya, Nabi Ibrahim kembali bermimpi agar ia segera melaksanakan nadzarnya, mengkorbankan putranya. Menjadi yakinlah Ibrahim bahwa itu benar-benar perintah Allah. Dipeluknya putranya dan menangislah Ibrahim sampai pagi hari. Maka, dipagi-pagi sekali, Ibrahim as ingin segera melaksanakan perintah itu. Hari inilah yang kemudian disebut “Yaum an-Nahr”. Yaitu hari penyembelihan kurban.

Dari kisah ini ada tiga momen yang menjadi hal penting untuk kita analisa dan kemudian kita jadi referensi untuk memutuskan sesuatu. Hari pertama sebagai momen untuk mencari informasi dengan mengingat sesuatu yang terkait dengan apa yang akan diputuskan. Hari kedua sebagai momen mencari kepastian yaitu mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi pertimbangan untuk memutuskan. Baru kemudian hari ketiga momen ekskusi, yaitu memutuskan dengan upaya yang sudah dilakukan sebelumnya dan meyakinkan dengan pasrah sepenuh hati.

Artinya, untuk memberi keputusan, mengklaim dan mengekskusi sesuatu perlu beberapa tahap yang harus dilakukan. Harus dianalisa terlebih dahulu. Harus mencari infor yang valid untuk memiliki keyakinan yang bulat. Kemudian harus pasrah. Pasrah lebih tepat diartikan kita tidak lagi memiliki kepentingan apa-apa, tidak lagi bergantung pada kemampuan diri sendiri, kecuali hanya menyerahkan kepada Allah. Inilah cara tepat untuk memutuskan, mengklaim dan mengeksekusi semua apa yang kita lakukan atau ucapkan.

Nabi Ibrahim telah mengajari kita dari kisah ini. Kita jangan gampang memutuskan sesuatu jika kita belum mengetahui tentang apa yang diputuskan. Kita jangan gampang mengklaim apalagi mengklaim buruk kepada sesuatu atau orang lain jika kita tidak mengetahui secara pasti. Dan kita jangan gampang mengekskusi jika kita masih memiliki kepentigan pribadi.

Lebih-lebih pada saat ini yang sudah marak terjadi adalah gampang menyalahkan orang lain, padahal berdasarkan pengetahuan yang dangkal, yakni hanya mendapatkan informasi dari media-media yang tidak jelas. Gampang mengshare tanpa sedikit berpikir kritis atau mencari pertimbangan dan perbandingan, yakni tabayun. Maka, dengan Hari Raya Idul Adha yang baru hari ini kita tunaikan, yang telah mengajarkan kita bagaimana memutuskan sesuatu harus berdasarkan pengetahuan, pertimbangan dak keyakinan. Harus kita dewasakan pikiran untuk sedikit berpikir dalam menyikapi apa saja yang beredar di sosial media.

Kesimpulannya, ketika kita medapatkan suatu berita atau informasi di media, pertama yang harus dilakukan adalah dibaca lalu dipikirkan melalui analisa. Kedua, mencari perbandingan atau tabayun untuk meyakinkan tentang apa yang kita dapatkan di sosial media. Kemudian baru lakukan share jika sudah mengetahui dan meyakini kebenaran dan kemaslahatannya. Demikianlah maksud mengapa ada hari tarwiyah, arafah baru nahr.

Author: M. Muhammad

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.